Schiedam, 16/03/2012
"Goede morgen..."
Seperti biasa aku menyapa teman-teman kantorku yang sedang asyik ngobrol di depan pintu masuk lobby kantorku sambil mencemari udara pagi Leiden dengan kepulan asap rokok mereka.
Tapi pagi itu ada sesosok wajah yang aku kenal yang sudah sibuk dengan pekerjaannya, membersihkan pintu kaca depan lobby kantorku.
"Goede morgen" sosok itu ikut menjawab tanpa menoleh ke arahku.
"Assalammu'alaikum....." sengaja aku dekatkan wajahku dengan orang itu. Terlihat dia kaget dengan ucapan salamku tapi sedetik kemudian ketika dia menoleh ke arahku dan sadar aku yang mengucapkan salam itu dengan tersenyum dia menjawab salamku "Wa'alaikum salam....".
Aku ga tau pasti siapa namanya hanya saja beberapa kali aku berpapasan dengannya ketika dia sedang membersihkan toilet di kantorku. Yah......orang itu salah seorang cleaning service di kantorku. Aku ingat satu hari aku pergi ke toilet berniat untuk berwudhu, dia melarangku masuk dengan raut wajah yang tidak ramah mungkin karena aku dianggap mengganggu pekerjaannya. Dia bilang sebaiknya aku pergi ke toilet yang lain karena dia sedang sibuk membersihkan toilet itu. Tapi wajahnya langsung berubah ramah saat tau aku berniat wudhu. Apalagi saat tau aku orang Indonesia, dia langsung bilang "Indonesisch is goed moslem" hehe....tersipu malu aku dipuji seperti itu. Setelah ngobrol baru aku tau kalo ternyata dia seorang muslim asal Maroko yang 3 tahun terakhir ini mencoba peruntungannya mengais rejeki di Belanda setelah lama tinggal di Spanyol.
Dan pagi ini lagi-lagi aku bertemu dengannya di toilet ketika dia siap-siap melaksanakan tugas rutinnya. Sambil tersenyum dia langsung mempersilahkan aku menggunakan toilet. Sehabis berwudhu aku berbincang sejenak dengannya. Aku bilang 2 minggu lalu aku jalan-jalan ke Madrid dan Barcelona. Mendengar kata "Barcelona" dengan wajah sumringah dan bersemangat dia bercerita kalo sebelum pindah ke Belanda 16 tahun lamanya dia tinggal dan bekerja di Barcelona. Kita ngobrol dalam bahasa Belanda ala kadarnya. Dia bilang Barcelona bukan kota yang ramah untuk pendatang terutama imigran muslim seperti dirinya. Sulitnya mencari pekerjaan menjadi salah satu alasan dia hijrah dan memulai hidup baru di Belanda. Tapi dia bilang Barcelona itu kota yang indah dan menarik terutama buat turis yang berkantong tebal, aku sih cuma mesem-mesem dengernya. Mesem-mesem bukan cuma karena mendengar ceritanya tapi juga karena dia bercerita dalam bahasa Belanda dicampur bahasa Spanyol untung aku masih ingat beberapa kata Espanol hehe.....
Dia membandingkan kehidupannya dulu di Spanyol dengan kehidupannya sekarang di Belanda tak lupa bercerita tentang rumahnya di kampung halamannya di Maroko. Cerita yang hampir sama dari Mbak Yati, salah seorang cleaning service di kantorku di Kuala Lumpur beberapa tahun silam. Cerita tentang perjuangan anak manusia yang berjuang hidup di negeri orang dan bercita-cita suatu saat balik ke kampung halaman berbagi cerita di perantauan dan berbagi sedikit rejeki buat sanak saudara.
Veel succes Meneer....
I believe Allah will help you in a good way
Saturday, March 17, 2012
Saturday, March 3, 2012
Rumah
Schiedam, 3 Mar 2012
Setelah berkelana selama seminggu. Disambut angin musim semi yang bertiup sepoi-sepoi, Alhamdulillah aku&keluarga selamat kembali ke rumah di Schiedam . Perjalanan yang menyenangkan, matahari yang bersinar cerah dengan temperatur sekitar 15-20C selama kami berkunjung ke Madrid dan Barcelona, Mufid dan Dira yang sehat wal'afiat dan pengalaman baru berinteraksi dengan lingkungan baru, bahasa Spanyol yang asing di telinga, tempat-tempat baru juga teman baru Mufid di hotel di Barcelona, Mate namanya dari Bukarest-Rumania yang beberapa hari terakhir selalu bermain bersama Mufid. Walaupun Mate ngomong bahasa Rumania sedangkan Mufid ngomong English atau Dutch tapi mereka tetap bisa main bareng. Seperti kata Mama si Mate "We dont know how they can communicate, they are just playing together" hehe....Kids.
Perjalanan ke tempat-tempat baru dengan budaya yang berbeda memang selalu menarik. Dan seingatku sejak aku masih duduk di bangku SMP, aku suka jalan-jalan ke tempat yang belum pernah aku kunjungi dan itu terus berlanjut sampai sekarang. Sewaktu masih tinggal di Kisaran, salah satu tempat jalan-jalan favoritku kota Parapat yang berada di pinggir Danau Toba. Jaman kuliah aku sering main ke Bogor, aku suka dengan Kebun Raya yang asri dengan suara burung-burung dan gedung-gedung tua peninggalan jaman Belanda sambil bermimpi suatu saat aku bisa berkunjung ke Eropa. Dan ternyata sekarang itu bukan cuma mimpi hehehe....Tapi selalu ada rasa kangen dengan tempat yang bernama "RUMAH". Kangen dengan kamar tidurku yang nyaman, kangen dengan semua keseharianku dengan rutinitasku.
Sejak aku lahir di Padang, pindah ke Medan, TK sampai SMA di Kisaran, nge-kos di Bandung, pindah kos dan kerja di Jakarta, jadi penganten baru dan ngontrak rumah di Karawaci sampai pindah ke rumah sendiri di Tangerang, kerja dan pindah ke K.Lumpur, lanjut pindah ke Papendrecht dan akhirnya sekarang di Schiedam ada sekitar 20 rumah yang pernah aku diami, wow!!!!!! ga nyangka juga sebanyak itu bener-bener nomaden hahahaha....
Jadi arti rumah begitu relatif buat aku. Mungkin ada sebagian orang yang cuma pernah satu atau dua kali pindah rumah. Malah ada sebagian orang yang tinggal di rumah yang sama dari mulai lahir sampai dewasa, menikah dan punya anak sampai tua dan akhirnya meninggal dunia di rumah yang sama. Sedangkan aku terbiasa tinggal di beberapa rumah yang berbeda dalam rentang waktu yang relatif pendek. Dengan bercanda istriku pernah bilang kalo kita cuma punya koper dan baju :-)
Menjadi "nomaden" bagaikan coin yang punya dua sisi yang berbeda. Sisi positifnya, kita bisa melihat sesuatu hal dari kacamata yang berbeda. Secara ga sadar wawasan kita lebih terbuka dan lebih luas karena tuntutan keadaan yang mengharuskan kita beradaptasi dengan lingkungan sekitar kita. Culture shock atau benturan budaya merupakan ujian yang bagus buat kehidupan kita ke depannya. Aku bersyukur beberapa kali aku terhindar dari benturan budaya ini karena mengalami masa transisi. Aku ingat sewaktu aku baru pindah ke Bandung dan bergaul dengan masyarakat Sunda di Bandung. Cara bergaul ala Sumatera Utara yang apa adanya, bicara ceplas ceplos bertemu dengan budaya Sunda yang relatif lebih banyak tata krama dengan bahasa implisit. Untungnya lingkungan Sunda pertama yang aku kenal di sekitar kosan-ku di Sekeloa justru pemuda setempat yang notabene pengangguran dan tidak sekolah/kuliah, tiap hari kerjaannya cuma nongkrong, merokok dan main karambol. Bahasa gaul mereka yang mungkin dianggap kasar justru terdengar begitu halus di telingaku. Hampir tiap hari aku ikut nongkrong main karambol sambil belajar cara bergaul dan sedikit demi sedikit coba mengerti bahasa sunda. Ketika aku bergaul dengan teman-teman di kampus baru aku sadar ada perbedaan cara bergaul dan tutur bahasa dengan anak-anak nongkrong tadi. Kalo sebelumnya aku merasa Kisaran adalah RUMAH-ku, saat itu mulai merasa Bandung adalah RUMAH keduaku.
Begitu juga sewaktu aku pertama kali pindah ke K.Lumpur. Budaya yang berbeda dan pengaruh cerita-cerita negatif di media massa tanah air soal Malaysia justru menambah rasa ingin tauku soal masyarakat Malaysia yang sebenarnya. Kebetulan teman-temanku dikantor mayoritas orang melayu. Orang Melayu di Malaysia puya arti yang lebih luas. Kalo di Indonesia, orang Melayu itu berati suku Melayu berbeda dengan di Malaysia yang diterjemahkan lebih luas sebagai orang muslim non Cina/non India. Ternyata teman-teman di kantor juga punya rasa ingin tau yang tinggi soal orang Indonesia dan mayoritas dari mereka merasakan kedekatan emosional dengan Indonesia. Banyak yang dengan bangga mengaku sebagai orang Jawa, Minang, Bugis atau yang lain bahkan beberapa dari mereka masih sering berkunjung ke kampung halamannya di Indonesia. Pergaulanku dengan masyarakat Malaysia membukakan mataku kalo berita di media massa Indonesia dan Malaysia sering terlalu provokatif yang menyebabkan konflik diantara kedua negara. Akhirnya aku merasa Kuala Lumpur sebagai RUMAH-ku.
Hampir dua tahun tinggal di Belanda, rasa persaudaraan yang tinggi dengan teman-teman Indonesia di Belanda, asyiknya bergaul dan bertukar cerita dengan teman-teman dikantor yang berasal dari berbagai negara, bunga dan pepohonan serta burung-burung yang ada di hampir semua tempat di Belanda, membuat aku nyaman dan mulai merasa Belanda sebagai RUMAH-ku. Seperti pepatah Minang "Dima bumi dipijak disinan langik dijunjuang". Yang artinya dimana bumi dipijak disana langit dijunjung. Selama kita bisa beradaptasi dan berusaha memahami budaya setempat Insya Allah kita akan merasa tempat kita tinggal sebagai RUMAH kita.
Walaupun tetap "There is no place like home"
Setelah berkelana selama seminggu. Disambut angin musim semi yang bertiup sepoi-sepoi, Alhamdulillah aku&keluarga selamat kembali ke rumah di Schiedam . Perjalanan yang menyenangkan, matahari yang bersinar cerah dengan temperatur sekitar 15-20C selama kami berkunjung ke Madrid dan Barcelona, Mufid dan Dira yang sehat wal'afiat dan pengalaman baru berinteraksi dengan lingkungan baru, bahasa Spanyol yang asing di telinga, tempat-tempat baru juga teman baru Mufid di hotel di Barcelona, Mate namanya dari Bukarest-Rumania yang beberapa hari terakhir selalu bermain bersama Mufid. Walaupun Mate ngomong bahasa Rumania sedangkan Mufid ngomong English atau Dutch tapi mereka tetap bisa main bareng. Seperti kata Mama si Mate "We dont know how they can communicate, they are just playing together" hehe....Kids.
Perjalanan ke tempat-tempat baru dengan budaya yang berbeda memang selalu menarik. Dan seingatku sejak aku masih duduk di bangku SMP, aku suka jalan-jalan ke tempat yang belum pernah aku kunjungi dan itu terus berlanjut sampai sekarang. Sewaktu masih tinggal di Kisaran, salah satu tempat jalan-jalan favoritku kota Parapat yang berada di pinggir Danau Toba. Jaman kuliah aku sering main ke Bogor, aku suka dengan Kebun Raya yang asri dengan suara burung-burung dan gedung-gedung tua peninggalan jaman Belanda sambil bermimpi suatu saat aku bisa berkunjung ke Eropa. Dan ternyata sekarang itu bukan cuma mimpi hehehe....Tapi selalu ada rasa kangen dengan tempat yang bernama "RUMAH". Kangen dengan kamar tidurku yang nyaman, kangen dengan semua keseharianku dengan rutinitasku.
Sejak aku lahir di Padang, pindah ke Medan, TK sampai SMA di Kisaran, nge-kos di Bandung, pindah kos dan kerja di Jakarta, jadi penganten baru dan ngontrak rumah di Karawaci sampai pindah ke rumah sendiri di Tangerang, kerja dan pindah ke K.Lumpur, lanjut pindah ke Papendrecht dan akhirnya sekarang di Schiedam ada sekitar 20 rumah yang pernah aku diami, wow!!!!!! ga nyangka juga sebanyak itu bener-bener nomaden hahahaha....
Jadi arti rumah begitu relatif buat aku. Mungkin ada sebagian orang yang cuma pernah satu atau dua kali pindah rumah. Malah ada sebagian orang yang tinggal di rumah yang sama dari mulai lahir sampai dewasa, menikah dan punya anak sampai tua dan akhirnya meninggal dunia di rumah yang sama. Sedangkan aku terbiasa tinggal di beberapa rumah yang berbeda dalam rentang waktu yang relatif pendek. Dengan bercanda istriku pernah bilang kalo kita cuma punya koper dan baju :-)
Menjadi "nomaden" bagaikan coin yang punya dua sisi yang berbeda. Sisi positifnya, kita bisa melihat sesuatu hal dari kacamata yang berbeda. Secara ga sadar wawasan kita lebih terbuka dan lebih luas karena tuntutan keadaan yang mengharuskan kita beradaptasi dengan lingkungan sekitar kita. Culture shock atau benturan budaya merupakan ujian yang bagus buat kehidupan kita ke depannya. Aku bersyukur beberapa kali aku terhindar dari benturan budaya ini karena mengalami masa transisi. Aku ingat sewaktu aku baru pindah ke Bandung dan bergaul dengan masyarakat Sunda di Bandung. Cara bergaul ala Sumatera Utara yang apa adanya, bicara ceplas ceplos bertemu dengan budaya Sunda yang relatif lebih banyak tata krama dengan bahasa implisit. Untungnya lingkungan Sunda pertama yang aku kenal di sekitar kosan-ku di Sekeloa justru pemuda setempat yang notabene pengangguran dan tidak sekolah/kuliah, tiap hari kerjaannya cuma nongkrong, merokok dan main karambol. Bahasa gaul mereka yang mungkin dianggap kasar justru terdengar begitu halus di telingaku. Hampir tiap hari aku ikut nongkrong main karambol sambil belajar cara bergaul dan sedikit demi sedikit coba mengerti bahasa sunda. Ketika aku bergaul dengan teman-teman di kampus baru aku sadar ada perbedaan cara bergaul dan tutur bahasa dengan anak-anak nongkrong tadi. Kalo sebelumnya aku merasa Kisaran adalah RUMAH-ku, saat itu mulai merasa Bandung adalah RUMAH keduaku.
Begitu juga sewaktu aku pertama kali pindah ke K.Lumpur. Budaya yang berbeda dan pengaruh cerita-cerita negatif di media massa tanah air soal Malaysia justru menambah rasa ingin tauku soal masyarakat Malaysia yang sebenarnya. Kebetulan teman-temanku dikantor mayoritas orang melayu. Orang Melayu di Malaysia puya arti yang lebih luas. Kalo di Indonesia, orang Melayu itu berati suku Melayu berbeda dengan di Malaysia yang diterjemahkan lebih luas sebagai orang muslim non Cina/non India. Ternyata teman-teman di kantor juga punya rasa ingin tau yang tinggi soal orang Indonesia dan mayoritas dari mereka merasakan kedekatan emosional dengan Indonesia. Banyak yang dengan bangga mengaku sebagai orang Jawa, Minang, Bugis atau yang lain bahkan beberapa dari mereka masih sering berkunjung ke kampung halamannya di Indonesia. Pergaulanku dengan masyarakat Malaysia membukakan mataku kalo berita di media massa Indonesia dan Malaysia sering terlalu provokatif yang menyebabkan konflik diantara kedua negara. Akhirnya aku merasa Kuala Lumpur sebagai RUMAH-ku.
Hampir dua tahun tinggal di Belanda, rasa persaudaraan yang tinggi dengan teman-teman Indonesia di Belanda, asyiknya bergaul dan bertukar cerita dengan teman-teman dikantor yang berasal dari berbagai negara, bunga dan pepohonan serta burung-burung yang ada di hampir semua tempat di Belanda, membuat aku nyaman dan mulai merasa Belanda sebagai RUMAH-ku. Seperti pepatah Minang "Dima bumi dipijak disinan langik dijunjuang". Yang artinya dimana bumi dipijak disana langit dijunjung. Selama kita bisa beradaptasi dan berusaha memahami budaya setempat Insya Allah kita akan merasa tempat kita tinggal sebagai RUMAH kita.
Walaupun tetap "There is no place like home"
Friday, March 2, 2012
Minoritas
Barcelona, 2 Mar 2012
Beberapa hari berkelana di Madrid dan Barcelona memberikan warna yang baru dalam hidupku. Pengalaman menjadi minoritas dalam arti yang sebenarnya, menghadapi tatapan mata penuh selidik, sedikit bingung dan aneh dari orang-orang sekitar terutama ketika mereka melihat jilbab istriku. Berbeda dengan masyarakat Belanda yang sangat familiar dengan muslim dan muslimah, mesjid yang relatif mudah kita temukan di kota-kota besar di Belanda, hal yang berbeda dengan Madrid dan Barcelona.
Hari kedua di Madrid, aku dan istriku tidak sengaja belanja di toko souvenir kepunyaan muslim asal Mesir di sekilar Plaza Mayor. Waktu dia lihat istriku yang berjilbab dia langsung menyambutku dengan hangat seperti menyambut saudara yang sudah lama tidak ketemu, terharu rasanya. Makin terharu waktu dia mempersilahkan aku untuk sholat di tokonya, teringat sehari sebelumnya aku terpaksa sholat di basement parkiran gedung.
Tidak ada mesjid di Madrid walaupun jumlah penduduknya relatif lebih banyak dari Rotterdam. Mesjid yang terdekat sekitar 45km dari Madrid. Bendingkan dengan Schiedam yang punya tiga mesjid yang negah.
Hari ini di Barcelona, tatapan yang sama aku lihat juga dari orang-orang di jalan, di bus atau di metro terutama dari golongan tuanya. Siang tadi kita ke Arena Barcelona, sebuah Mall di tengah kota Barcelona. Sudah masuk sholat Dhuhur, akhirnya aku sholat di dekat tangga darurat. Beberapa pasang mata memandangku dengan tatapan bingung dan aku cuma bisa berdo'a mudah-mudahan mereka bisa secepatnya mendapatkan hidayah-Nya.
Kalo bicara soal perut pastinya sebagai seorang muslim harus makan makanan yang halal. Hasil browsing iseng, ada sekitar 30 restoran halal di Madrid. Di Barcelona aku belum browsing tapi yang pasti malam ini makanan Turki yang Insya Allah halal udah mulai diproses usus dan alat-alat pencernaanku yang lain hehe....Karena prinsipku selama berkelana jangan membuang waktu hanya untuk mencari makanan halal dan jangan membuang iman hanya untuk makan makanan haram. Jadi cara yang paling efektif ya membawa bekal dari rumah.
Jangan gadaikan iman kita hanya untuk kenikmatan sesaat di mulut. Jangan biarkan setiap tetes darah kita, setiap jengkal daging kita dikotori zat yang haram. Yakin....itu bisa.
Beberapa hari berkelana di Madrid dan Barcelona memberikan warna yang baru dalam hidupku. Pengalaman menjadi minoritas dalam arti yang sebenarnya, menghadapi tatapan mata penuh selidik, sedikit bingung dan aneh dari orang-orang sekitar terutama ketika mereka melihat jilbab istriku. Berbeda dengan masyarakat Belanda yang sangat familiar dengan muslim dan muslimah, mesjid yang relatif mudah kita temukan di kota-kota besar di Belanda, hal yang berbeda dengan Madrid dan Barcelona.
Hari kedua di Madrid, aku dan istriku tidak sengaja belanja di toko souvenir kepunyaan muslim asal Mesir di sekilar Plaza Mayor. Waktu dia lihat istriku yang berjilbab dia langsung menyambutku dengan hangat seperti menyambut saudara yang sudah lama tidak ketemu, terharu rasanya. Makin terharu waktu dia mempersilahkan aku untuk sholat di tokonya, teringat sehari sebelumnya aku terpaksa sholat di basement parkiran gedung.
Tidak ada mesjid di Madrid walaupun jumlah penduduknya relatif lebih banyak dari Rotterdam. Mesjid yang terdekat sekitar 45km dari Madrid. Bendingkan dengan Schiedam yang punya tiga mesjid yang negah.
Hari ini di Barcelona, tatapan yang sama aku lihat juga dari orang-orang di jalan, di bus atau di metro terutama dari golongan tuanya. Siang tadi kita ke Arena Barcelona, sebuah Mall di tengah kota Barcelona. Sudah masuk sholat Dhuhur, akhirnya aku sholat di dekat tangga darurat. Beberapa pasang mata memandangku dengan tatapan bingung dan aku cuma bisa berdo'a mudah-mudahan mereka bisa secepatnya mendapatkan hidayah-Nya.
Kalo bicara soal perut pastinya sebagai seorang muslim harus makan makanan yang halal. Hasil browsing iseng, ada sekitar 30 restoran halal di Madrid. Di Barcelona aku belum browsing tapi yang pasti malam ini makanan Turki yang Insya Allah halal udah mulai diproses usus dan alat-alat pencernaanku yang lain hehe....Karena prinsipku selama berkelana jangan membuang waktu hanya untuk mencari makanan halal dan jangan membuang iman hanya untuk makan makanan haram. Jadi cara yang paling efektif ya membawa bekal dari rumah.
Jangan gadaikan iman kita hanya untuk kenikmatan sesaat di mulut. Jangan biarkan setiap tetes darah kita, setiap jengkal daging kita dikotori zat yang haram. Yakin....itu bisa.
Mendidik Anak
Madrid, 28 Feb 2012
Matahari pagi malu-malu mulai mengintip dari balik gedung. Anak-anak masih tidur pulas setelah kemarin seharian jalan-jalan di pusat kota Madrid. Dimulai dari Tour of Bernabeu di Estadio Santiago Bernabeu, Plaza de Cebeles, Sol alias Centrum Madrid, Palacio Royal dll. Dan seperti biasanya Mufid dan Dira menikmati perjalanan dengan ceria, bercanda berdua di dalam Metro yang membawa kita ke Bernabeu, naik bus keliling Madrid, walaupun tetap diselingi "pertempuran" Mufid versus Dira, berantem :D
Terkadang saat memandangi kedua wajah polos tanpa dosa itu ada penyesalan ingat saat aku marah dan kesal dengan kelakuan mereka terutama Mufid yang super aktif, percaya diri dan ga sabaran. Dengan rasa percaya diri yang tinggi hampir selalu berjalan sendirian didepan kita selama dia yakin kita ada di belakangnya dalam radius 10-15m. Dan ga jarang Mufid tiba-tiba menghilang dari pandangan kita. Setelah beberapa menit aku dan istriku setengah panik mencari Mufid yang menghilang dan jreng...jreng...tiba-tiba Mufid nongol dan dengan wajah polosnya cerita dia kemana. Grrrrhhh.....seneng liat Mufid tapi juga kesal dan marah karena udah berkali-kali diingatkan tapi ga berubah juga, dasar Mufid. Kalo Dira bisa dibilang Mufid versi cewek, sama-sama ga bisa diam dan selalu meniru apapun yang dikerjakan si Dada (Uda Mufid) panggilan sayang Dira untuk si Uda.
Mendidik anak itu emang ga gampang dan kita baru menyadarinya kalo kita sudah dikaruniai anak dan belajar menjadi orangtua yang baik. Baru sadar dulu kita sering menyusahkan orangtua kita. Manusia memang makhluk paling unik yang pernah diciptakan Allah SWT. Tidak hanya paling sempurna secara lahiriah tapi juga punya akal fikiran yang membedakannya dengan hewan. Kadang harus ditempa keras seperti besi kadang harus diperlakukan lemah lembut seperti menenun sutra. Umpama besi yang dipukul terlalu keras maka bentuknya juga boleh jadi tidak seperti bentuk yang kita harapkan. Kebalikannya kalo terlalu lembut besi tersebut mungkin tetap seperti bentuknya semula. Tetapi ada saatnya kita harus bersikap lembut kepada anak dan itu aku akui jauh lebih sulit. Terlalu cinta kepada anak membuat orangtua merasa memiliki otoritas penuh atas anak. Orangtua lupa bahwa anak itu hanya titipan dari Allah SWT yang harus dijaga, disayang dan dididik sebaik-baiknya. Mendidik anak dengan memberikan contoh yang baik menurutku cara yang paling efektif dalam mengajarkan sesuatu kepada anak kita. Konsisten dalam ucapan dan tindakan juga penting.
Kisah Luqman mendidik anaknya secara baik sudah diceritakan di dalam Al Qur'an berabad-abad silam. Nasehat Luqman kepada anaknya dalam QS Luqman ayat 16-19:
16. (Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus [1182] lagi Maha Mengetahui.
17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan [1183] dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan [1183] dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Ya Allah jadikanlah aku menjadi hamba yang sholeh, anak yang berbakti kepada orangtua, ayah yang bisa mendidik anak-anakku menjadi anak yang sholeh dan sholehah, suami yang bisa membimbing istriku tetap di jalan-Mu. Amiiiin...
http://www.alquran-indonesia.com
Matahari pagi malu-malu mulai mengintip dari balik gedung. Anak-anak masih tidur pulas setelah kemarin seharian jalan-jalan di pusat kota Madrid. Dimulai dari Tour of Bernabeu di Estadio Santiago Bernabeu, Plaza de Cebeles, Sol alias Centrum Madrid, Palacio Royal dll. Dan seperti biasanya Mufid dan Dira menikmati perjalanan dengan ceria, bercanda berdua di dalam Metro yang membawa kita ke Bernabeu, naik bus keliling Madrid, walaupun tetap diselingi "pertempuran" Mufid versus Dira, berantem :D
Terkadang saat memandangi kedua wajah polos tanpa dosa itu ada penyesalan ingat saat aku marah dan kesal dengan kelakuan mereka terutama Mufid yang super aktif, percaya diri dan ga sabaran. Dengan rasa percaya diri yang tinggi hampir selalu berjalan sendirian didepan kita selama dia yakin kita ada di belakangnya dalam radius 10-15m. Dan ga jarang Mufid tiba-tiba menghilang dari pandangan kita. Setelah beberapa menit aku dan istriku setengah panik mencari Mufid yang menghilang dan jreng...jreng...tiba-tiba Mufid nongol dan dengan wajah polosnya cerita dia kemana. Grrrrhhh.....seneng liat Mufid tapi juga kesal dan marah karena udah berkali-kali diingatkan tapi ga berubah juga, dasar Mufid. Kalo Dira bisa dibilang Mufid versi cewek, sama-sama ga bisa diam dan selalu meniru apapun yang dikerjakan si Dada (Uda Mufid) panggilan sayang Dira untuk si Uda.
Mendidik anak itu emang ga gampang dan kita baru menyadarinya kalo kita sudah dikaruniai anak dan belajar menjadi orangtua yang baik. Baru sadar dulu kita sering menyusahkan orangtua kita. Manusia memang makhluk paling unik yang pernah diciptakan Allah SWT. Tidak hanya paling sempurna secara lahiriah tapi juga punya akal fikiran yang membedakannya dengan hewan. Kadang harus ditempa keras seperti besi kadang harus diperlakukan lemah lembut seperti menenun sutra. Umpama besi yang dipukul terlalu keras maka bentuknya juga boleh jadi tidak seperti bentuk yang kita harapkan. Kebalikannya kalo terlalu lembut besi tersebut mungkin tetap seperti bentuknya semula. Tetapi ada saatnya kita harus bersikap lembut kepada anak dan itu aku akui jauh lebih sulit. Terlalu cinta kepada anak membuat orangtua merasa memiliki otoritas penuh atas anak. Orangtua lupa bahwa anak itu hanya titipan dari Allah SWT yang harus dijaga, disayang dan dididik sebaik-baiknya. Mendidik anak dengan memberikan contoh yang baik menurutku cara yang paling efektif dalam mengajarkan sesuatu kepada anak kita. Konsisten dalam ucapan dan tindakan juga penting.
Kisah Luqman mendidik anaknya secara baik sudah diceritakan di dalam Al Qur'an berabad-abad silam. Nasehat Luqman kepada anaknya dalam QS Luqman ayat 16-19:
16. (Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus [1182] lagi Maha Mengetahui.
17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan [1183] dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan [1183] dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Ya Allah jadikanlah aku menjadi hamba yang sholeh, anak yang berbakti kepada orangtua, ayah yang bisa mendidik anak-anakku menjadi anak yang sholeh dan sholehah, suami yang bisa membimbing istriku tetap di jalan-Mu. Amiiiin...
http://www.alquran-indonesia.com
Subscribe to:
Posts (Atom)