Wednesday, January 19, 2011

Jangan selalu melihat keatas tapi lihat juga ke bawah dan sekeliling kita

Papendrecht 19 Jan 2011

Aku sampai sekarang masih takjub kalo memperhatikan alam dan seisinya. Semakin takjub lagi kalo aku sedang mengamati makhluk yang bernama manusia. Sedikit cerita soal mengamati ini, sejak masih duduk di bangku sekolah dasar aku memang suka memperhatikan tingkah laku orang-orang di sekitarku. Pengamatan kadang saat nongkrong rame-rame teman-temanku di simpang jalan, kadang di terminal, kadang di stasiun, dan bisa dimana aja termasuk dalam keseharianku. Buatku semuanya unik dan menarik karena memang tidak ada manusia yang persis sama baik itu kelakuannya ataupun wajahnya walaupun terlahir kembar. Dan selalu ada pelajaran yang bisa aku ambil dari hasil pengamatanku itu.

Ada Bang Iwan, tukang becak di Kisaran, yang setiap hari mengantar dan menjemputku ke sekolah sewaktu SD. Betapapun perjuangannya mengais rejeki dan berusaha menyekolahkan anak-anaknya tapi Bang Iwan ini ceria dan selalu bercanda dengan aku dan teman-temannya. Tapi ada satu makhluk yang paling dia benci, anjing.....yaaa, Bang Iwan paling benci dengan anjing. Bukan berarti dia takut tapi justru setiap melihat anjing pasti dia ambil batu dan dia lempar ke dekat anjing itu hanya sekedar untuk menakut-nakuti setelah itu biasanya dia tertawa puas hehe...
Beberapa bulan yang lalu ketika aku pulang ke Kisaran, aku sempat ketemu dengan Bang Iwan. Pastinya dia terlihat lebih tua tapi yang pasti cita-citanya untuk menyekolahkan 3 orang anaknya sampai ke jenjang SMA sudah terpenuhi. Dan dia terlihat begitu bangga mendengar aku akan bekerja di Belanda, ekspresi yang sama ketika aku bertemu dia beberapa tahun sebelumnya ketika aku baru kuliah di ITB. Ada pelajaran yang aku petik "semangat pantang menyerah dan jalani hidup dengan ceria".

Sosok lain ada Suhartono alias Tono, teman sebangku aku di SMP 2 Kisaran dari mulai kelas I sampai kelas 3. Dia anak pertama dari 4 atau 5 bersaudara, aku lupa persisnya. Sebagai anak sulung dia diharapkan jadi panutan buat adik-adiknya. Beberapa kali aku main ke rumahnya, rumah yang sederhana di suatu tempat bernama Sidomukti kira-kira 5km dari pusat kota Kisaran. Aku sering mendengar ceritanya soal rutinitas kesehariannya dirumah, pulang sekolah mencari kayu bakar di perkebunan karet di sekitar rumahnya, mengasuh adiknya yang masih kecil, bikin mobil-mobilan sendiri dari kayu dengan teman-teman sekampungnya. Kadang Tono cerita kalau dia tidak sempat membuat PR karena kecapean menyelesaikan pekerjaan dirumah demi membantu orangtuanya. Dan satu yang aku paling ingat dari Tono, dia tidak pernah marah kalau aku isengin hehe.....Selepas SMP dia melanjutkan sekolahnya ke STM karena berencana setamat dari STM berusaha untuk mendapatkan pekerjaan dan menutup kemungkinan untuk melanjutkan studinya sampai ke perguruan tinggi karena pertimbangan biaya dan adik-adiknya yang masih sekolah. Terakhir aku ketemu dengan Tono saat aku pulang ke Kisaran sewaktu jaman kuliah. Dia cerita pernah jadi supir truk tapi saat itu dia bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan di Kisaran. Sayang setelah itu aku kehilangan kontak dengan dia :-(
Ada pelajaran yang aku petik "Kerja keras dan realistis".

Sosok lain yang aku ingat ada si Ibu penjual tape. Si Ibu ini hampir setiap hari lewat di depan rumahku menjajakan dagangannya dengan naik sepeda tuanya dari rumahnya yang berjarak kira-kira 15km dari rumahku. Dagangannya hanya tape singkong atau orang Kisaran menyebutnya tape ubi dan tape ketan yang di Kisaran disebut tape pulut. Si Ibu ini saat itu (pertengahan tahun 80-an) berumur sekitar 40tahunan, orang Jawa dengan dialek Jawanya yang kental (di Kisaran memang banyak berdomisili suku Jawa), memakai kain dan topi caping lebar seperti orang mau ke sawah, dan di tengah terik matahari siang selalu teriak tape....tapeeeeee...... Satu bungkus tape ubi yang berisi 3 potong ubi sepanjang dua ruas jari dijual Rp.25, tape pulut satu gelas Rp.100. Boleh jadi di kompleks perumahan RSU Kisaran tempat aku tinggal, aku termasuk salah satu customer favorit si Ibu ini. Karena minimal dua atau tiga kali dalam seminggu pasti aku selalu membeli dagangannya, satu paket tape ubi (10bungkus) dan tape pulut 1 gelas. Sampai sekarang aku masih ingat rasa tape dan senyuman bahagia si Ibu penjual tape saat aku beli dagangannya. Ada pelajaran yang aku petik "kalo kita mau berusaha, rezeki yang halal pasti kita dapat".

Sebenernya masih banyak orang-orang di sekelilingku yang menurutku bisa menjadi "guru kehidupan". Ungkapan "Jangan selalu melihat keatas tapi lihat juga ke bawah" tidak salah tapi menurutku lebih tepat bila diubah menjadi "Jangan selalu melihat keatas tapi lihat juga ke bawah dan sekeliling kita".

Al Qur'an Ad Dhuhaa ayat 11 :
Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).


Mudah-mudahan kita tidak lagi cuma bisa mengeluh tapi lebih bersyukur dengan keadaan kita, apapun yang terjadi Insya Allah itu adalah jalan yang terbaik buat kita.

No comments: