Tuesday, September 6, 2011

Mati

Leiden, 6 September 2011

Aku ingat suatu hari sewaktu SMA dulu aku menghadiri pengajian tiba-tiba Pak Ustadz bertanya "Siapa yang siap mati sekarang?". Ga ada satupun dari kami berani angkat tangan. Ada yang bengong mungkin shock karena ditanya pertanyaan seperti itu, ada yang ragu-ragu menyatakan siap mati, malah ada yang pura-pura ga dengar pertanyaan Pak Ustadz tadi hehe.....

Sebuah pertanyaan yang sama aku tanyakan lagi siang ini ke diriku sendiri. Dan jawabannya tetap sama seperti beberapa tahun yang lalu, aku belum siap mati. Terlalu banyak cita-cita, impian dan keinginan aku yang belum tercapai. Apalagi aku selalu punya mimpi-mimpi baru, saat ini bukan hanya mimpi untuk diriku sendiri tapi mimpi-mimpi yang aku punya untuk keluargaku mimpi untuk anak-anakku. Aku fikir semakin lama aku hidup semakin tidak siap rasanya aku untuk mati. Apa aku terlalu cinta dunia? Aku rasa tidak, aku hanya berusaha menjadi orang baik, berusaha melaksanakan yang diperintahkan-Nya, selalu berusaha menjadi orang yang berguna buat orang-orang disekitarku. Persetan dengan orang-orang yang berprasangka buruk dan menilai aku berbeda, aku ga peduli.

Siang ini dan siang-siang sebelumnya aku sering mengamati dan menduga isi kepala dari teman-teman kantorku. Di Structural Department, aku merupakan karyawan termuda. Hampir sebagian besar dari rekan kerjaku sudah memasuki usia manula sudah berusia 60 tahunan. Perbincangan ringan sehari-hari berkisar dari cuaca hari ini, kelahiran cucu, kematian istri, sakit punggung dll. Walaupun sudah memasuki ujia senja tapi mereka masih semangat bekerja mereka masih sibuk dengan urusan dunia. Sangat berbeda dengan orang-orang tua kita yang ketika memasuki usia senja justru sibuk dengan segala hal yang berbau religius, rajin ke mesjid, mengaji, sekaligus sibuk ngemong cucu. Apa mereka menganggap setelah mati semuanya selesai, ga ada yang namanya akhirat ga ada pertanggungjawaban atas semua tindakan kita di dunia. Semuanya terjebak paham hedonisme, kesenangan dunia diatas segala-galanya.

Minggu ini aku dapet berita tentang salah seorang teman lama yang duluan dipanggil Sang Pencipta. Sementara teman yang lain disini sudah lebih satu bulan dirawat intensif karena penyakit yang dideritanya. Teringat obrolan dengan teman lain yang pekerjaannya merawat orang-orang jompo dan orang-orang yang dari sisi medis divonis sudah tidak dapat disembuhkan, nyaris setiap hari melihat kematian. Beberapa hari terakhir media nasional dihebohkan dengan berita seorang artis yang istrinya menemui ajalnya akibat kecelakaan lalu lintas. Benar yang dikatakan Imam Al Ghazali, yang paling dekat dengan kita adalah kematian.

Semua itu membuat aku kembali bertanya pada diriku
"Sudahkah aku siap untuk mati?"

No comments: