Schiedam, 16 September 2011
Salah satu yang mewabah di masyarakat kita adalah budaya latah. Secara umum budaya latah ini sudah ada dari beberapa generasi terdahulu. Kalo menurut Om Wikipedia definisi latah itu adalah:
Suatu keadaan fisik di mana penderita secara spontanitas mengeluarkan respon (berupa ucapan kata-kata atau kalimat dan sering disertai gerakan tubuh) terhadap suara atau gerakan yang sifatnya mengagetkan penderita. Sejauh ini, latah baru ditemukan di budaya dan orang Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia. Oleh sebab itu, latah dianggap sebagai suatu sindrom khusus kebudayaan.
Selain mengulang kata-kata orang lain sebagian penderita latah ini juga sering mengatakan kata-kata yang termasuk tabu diucapkan dalam perbincangan sehari-hari dan juga kata-kata yang berkonotasi porno. Latah sebagai suatu penyakit sebenarnya bisa dihilangkan bila si pelaku benar-benar punya keinginan dan tekad yang kuat serta didukung lingkungan sekitarnya juga mendukung si pelaku. Tapi kenyataan yang terjadi latah ini bukan dianggap sebagai penyakit malah menjadi sebagai suatu hiburan. Malah ada beberapa artis menjadi terkenal karena latah.
Dalam artian lebih luas, latah ini bisa diartikan sebagai perilaku meniru baik itu perilaku, kebiasaan, ucapan dll. Hal-hal yang ditiru dan kemudian menjadi trend di masyarakat biasanya berasal dari kalangan pejabat, tokoh masyarakat, artis idola dll. Beberapa minggu terakhir sedang nge-trend kata-kata dari artis Syahrini. Ucapan “Alhamdulillah yah….”, “ Sesuatu banget” menjadi bahasa sehari-hari bukan hanya dalam perbincangan sehari-hari tapi juga di dunia maya di banyak milis selalu saja ada email yang mengutip ungkapan khas Syahrini itu. Trend lain menggunakan kata "secara" sebagai ganti kata "karena". Misalnya "Yaaa.....secara gw belum pernah kesana" harusnya kan "Yaaa....karena gw belum pernah kesana". Benar-benar latah dan mungkin bisa disebut sebagai (maaf) pemerkosaan bahasa Indonesia dan itu sangat sangat memuakkan. Ikut-ikutan latah biar dianggap gaul dan nggak kuno.
Hal ini ditunjang sajian sampah yang ditayangkan di televisi di tanah air mulai dari infotainment yang berisi skandal artis yang kawin cerai sampai liputan kriminal dan pastinya sinetron sampah yang ga jelas alur ceritanya dan ketika hal ini setiap hari disajikan maka masyarakat kita tanpa sadar menyerap dan meniru sebagian besar tayangan tadi.
Aku sering bermimpi dan berandai-andai suatu saat pemimpin dan pejabat di pemerintahan kita, tokoh-tokoh masyarakat, artis-artis didukung media massa sepakat untuk melakukan sesuatu yang aku namakan "Gerakan Latah Nasional Untuk Indonesia Yang Lebih Baik". Jadi ketika panutan masyarakat ini beramai-ramai melakukan sesuatu yang baik dan berguna diharapkan masyarakat kita yang sekarang sebagian besar sedang menderita penyakit latah yang amat sangat kronis bisa meniru perilaku, perkataan dan semua contoh yang baik itu dalam kesehariannya sehingga pelan tapi pasti diharapkan kondisi masyarakat kita bisa lebih baik. Untuk menghasilkan sesuatu yang besar sebaiknya dimulai dari sesuatu yang kecil tetapi berkesinambungan.
Dan saat itu kita bisa bilang :
"Alhamdulillah yah.....Indonesia udah lebih baik menjadi sesuatu banget". Alamaaaaak......udah kena virus Syahrini hehehe...
Tetap optimis untuk Indonesia Yang Lebih Baik……..
Friday, September 16, 2011
Tuesday, September 6, 2011
Mati
Leiden, 6 September 2011
Aku ingat suatu hari sewaktu SMA dulu aku menghadiri pengajian tiba-tiba Pak Ustadz bertanya "Siapa yang siap mati sekarang?". Ga ada satupun dari kami berani angkat tangan. Ada yang bengong mungkin shock karena ditanya pertanyaan seperti itu, ada yang ragu-ragu menyatakan siap mati, malah ada yang pura-pura ga dengar pertanyaan Pak Ustadz tadi hehe.....
Sebuah pertanyaan yang sama aku tanyakan lagi siang ini ke diriku sendiri. Dan jawabannya tetap sama seperti beberapa tahun yang lalu, aku belum siap mati. Terlalu banyak cita-cita, impian dan keinginan aku yang belum tercapai. Apalagi aku selalu punya mimpi-mimpi baru, saat ini bukan hanya mimpi untuk diriku sendiri tapi mimpi-mimpi yang aku punya untuk keluargaku mimpi untuk anak-anakku. Aku fikir semakin lama aku hidup semakin tidak siap rasanya aku untuk mati. Apa aku terlalu cinta dunia? Aku rasa tidak, aku hanya berusaha menjadi orang baik, berusaha melaksanakan yang diperintahkan-Nya, selalu berusaha menjadi orang yang berguna buat orang-orang disekitarku. Persetan dengan orang-orang yang berprasangka buruk dan menilai aku berbeda, aku ga peduli.
Siang ini dan siang-siang sebelumnya aku sering mengamati dan menduga isi kepala dari teman-teman kantorku. Di Structural Department, aku merupakan karyawan termuda. Hampir sebagian besar dari rekan kerjaku sudah memasuki usia manula sudah berusia 60 tahunan. Perbincangan ringan sehari-hari berkisar dari cuaca hari ini, kelahiran cucu, kematian istri, sakit punggung dll. Walaupun sudah memasuki ujia senja tapi mereka masih semangat bekerja mereka masih sibuk dengan urusan dunia. Sangat berbeda dengan orang-orang tua kita yang ketika memasuki usia senja justru sibuk dengan segala hal yang berbau religius, rajin ke mesjid, mengaji, sekaligus sibuk ngemong cucu. Apa mereka menganggap setelah mati semuanya selesai, ga ada yang namanya akhirat ga ada pertanggungjawaban atas semua tindakan kita di dunia. Semuanya terjebak paham hedonisme, kesenangan dunia diatas segala-galanya.
Minggu ini aku dapet berita tentang salah seorang teman lama yang duluan dipanggil Sang Pencipta. Sementara teman yang lain disini sudah lebih satu bulan dirawat intensif karena penyakit yang dideritanya. Teringat obrolan dengan teman lain yang pekerjaannya merawat orang-orang jompo dan orang-orang yang dari sisi medis divonis sudah tidak dapat disembuhkan, nyaris setiap hari melihat kematian. Beberapa hari terakhir media nasional dihebohkan dengan berita seorang artis yang istrinya menemui ajalnya akibat kecelakaan lalu lintas. Benar yang dikatakan Imam Al Ghazali, yang paling dekat dengan kita adalah kematian.
Semua itu membuat aku kembali bertanya pada diriku
"Sudahkah aku siap untuk mati?"
Aku ingat suatu hari sewaktu SMA dulu aku menghadiri pengajian tiba-tiba Pak Ustadz bertanya "Siapa yang siap mati sekarang?". Ga ada satupun dari kami berani angkat tangan. Ada yang bengong mungkin shock karena ditanya pertanyaan seperti itu, ada yang ragu-ragu menyatakan siap mati, malah ada yang pura-pura ga dengar pertanyaan Pak Ustadz tadi hehe.....
Sebuah pertanyaan yang sama aku tanyakan lagi siang ini ke diriku sendiri. Dan jawabannya tetap sama seperti beberapa tahun yang lalu, aku belum siap mati. Terlalu banyak cita-cita, impian dan keinginan aku yang belum tercapai. Apalagi aku selalu punya mimpi-mimpi baru, saat ini bukan hanya mimpi untuk diriku sendiri tapi mimpi-mimpi yang aku punya untuk keluargaku mimpi untuk anak-anakku. Aku fikir semakin lama aku hidup semakin tidak siap rasanya aku untuk mati. Apa aku terlalu cinta dunia? Aku rasa tidak, aku hanya berusaha menjadi orang baik, berusaha melaksanakan yang diperintahkan-Nya, selalu berusaha menjadi orang yang berguna buat orang-orang disekitarku. Persetan dengan orang-orang yang berprasangka buruk dan menilai aku berbeda, aku ga peduli.
Siang ini dan siang-siang sebelumnya aku sering mengamati dan menduga isi kepala dari teman-teman kantorku. Di Structural Department, aku merupakan karyawan termuda. Hampir sebagian besar dari rekan kerjaku sudah memasuki usia manula sudah berusia 60 tahunan. Perbincangan ringan sehari-hari berkisar dari cuaca hari ini, kelahiran cucu, kematian istri, sakit punggung dll. Walaupun sudah memasuki ujia senja tapi mereka masih semangat bekerja mereka masih sibuk dengan urusan dunia. Sangat berbeda dengan orang-orang tua kita yang ketika memasuki usia senja justru sibuk dengan segala hal yang berbau religius, rajin ke mesjid, mengaji, sekaligus sibuk ngemong cucu. Apa mereka menganggap setelah mati semuanya selesai, ga ada yang namanya akhirat ga ada pertanggungjawaban atas semua tindakan kita di dunia. Semuanya terjebak paham hedonisme, kesenangan dunia diatas segala-galanya.
Minggu ini aku dapet berita tentang salah seorang teman lama yang duluan dipanggil Sang Pencipta. Sementara teman yang lain disini sudah lebih satu bulan dirawat intensif karena penyakit yang dideritanya. Teringat obrolan dengan teman lain yang pekerjaannya merawat orang-orang jompo dan orang-orang yang dari sisi medis divonis sudah tidak dapat disembuhkan, nyaris setiap hari melihat kematian. Beberapa hari terakhir media nasional dihebohkan dengan berita seorang artis yang istrinya menemui ajalnya akibat kecelakaan lalu lintas. Benar yang dikatakan Imam Al Ghazali, yang paling dekat dengan kita adalah kematian.
Semua itu membuat aku kembali bertanya pada diriku
"Sudahkah aku siap untuk mati?"
Sunday, September 4, 2011
Ramadhan dan Syawal
Schiedam, 4 September 2011
Ada satu pertanyaan yang menarik soal bulan Ramadhan.
"Apakah bulan Ramadhan itu bulan ujian atau justru bulan pendidikan?"
Ada yang berpendapat Ramadhan itu bulan ujian. Kenapa? jawabannya karena 11 bulan sebelumnya kita melakukan latihan dan ketika memasuki bulan Ramadhan kita diuji dengan segala macam ujian seperti mengekang hawa nafsu, menjaga semua ucapan dan tingkah laku kita selain harus menahan lapar dan dahaga di siang hari. Tapi ada juga yang mengatakan justru bulan Ramadhan itu merupakan kawah candradimuka buat kita melakukan latihan sebulan penuh sebelum kita kemudian diuji selama 11 bulan berikutnya.
Bingung? hehe....jangan bingung, aku sendiri tidak terlalu mempersoalkan hal diatas. Hal yang lebih penting berfikir dan berusaha agar kadar keimanan kita besok dan hari-hari berikutnya bisa lebih baik dari hari ini. Jadi ga ada istilah kapan ujiannya. Kalo menurutku ketika ruh ditiupkan kedalam jasad kita ketika kita masih di rahim ibu kita maka ketika itu pula ujian buat hidup kita dimulai dan ujian itu baru akan berakhir ketika ruh kita dipisahkan dari jasad kita. Hidup ini bisa kita ibaratkan seperti jaman kita sekolah dulu. Ada saat belajar dan ujian.
Alam berikutnya yaitu alam kubur. Setelah kita lelah dengan ujian-ujian di dunia maka kita diminta pertanggungjawaban alias dinilai nih hasil ujian kita dulu. Jangan lupa seperti di sekolah ketika waktu ujian sudah lewat, kita dilarang untuk mengulang jawaban yang sudah kita berikan. Ketika ajal sudah menjelang kita juga tidak mungkin mengulang amalan-amalan kita di dunia. Jadi mumpung kita masih diberi waktu untuk ujian karena masih di dunia, kerjain deh amalan-amalan yang diperintahkan Allah SWT.
Tahap berikutnya alam barzah. Dari alam kubur kita dibangkitkan kembali dan semua manusia dikumpulkan. Seperti pengumuman hasil ujian nih, kalo kita mengerjakan semua soal ujian di dunia dengan benar kita Insya Allah diberi hadiah Surga. Tetapi buat yang di dunianya bandel, suka bolos sholat, ga pernah belajar agama dan menyia-nyiakan waktunya untuk hal-hal yang ga berguna siap-siap deh masuk ke ruang BP (Bimbingan Penyuluhan) alias disiksa dulu di Neraka.
Jadi semuanya tergantung kita, mo bener ga belajarnya. Bulan Syawal bukan berarti saatnya berleha-leha dan trus lupa kalo sekarang masih saat ujian. Dan jangan pernah lupa kalo waktu ujian masing-masing manusia berbeda-beda. Tidak satu orangpun yang tau kapan waktu ujiannya habis, kapan ajalnya datang.
Jadi waspadalah....waspadalah......
Happy Ied Mobarak 1432 H....
Ada satu pertanyaan yang menarik soal bulan Ramadhan.
"Apakah bulan Ramadhan itu bulan ujian atau justru bulan pendidikan?"
Ada yang berpendapat Ramadhan itu bulan ujian. Kenapa? jawabannya karena 11 bulan sebelumnya kita melakukan latihan dan ketika memasuki bulan Ramadhan kita diuji dengan segala macam ujian seperti mengekang hawa nafsu, menjaga semua ucapan dan tingkah laku kita selain harus menahan lapar dan dahaga di siang hari. Tapi ada juga yang mengatakan justru bulan Ramadhan itu merupakan kawah candradimuka buat kita melakukan latihan sebulan penuh sebelum kita kemudian diuji selama 11 bulan berikutnya.
Bingung? hehe....jangan bingung, aku sendiri tidak terlalu mempersoalkan hal diatas. Hal yang lebih penting berfikir dan berusaha agar kadar keimanan kita besok dan hari-hari berikutnya bisa lebih baik dari hari ini. Jadi ga ada istilah kapan ujiannya. Kalo menurutku ketika ruh ditiupkan kedalam jasad kita ketika kita masih di rahim ibu kita maka ketika itu pula ujian buat hidup kita dimulai dan ujian itu baru akan berakhir ketika ruh kita dipisahkan dari jasad kita. Hidup ini bisa kita ibaratkan seperti jaman kita sekolah dulu. Ada saat belajar dan ujian.
Alam berikutnya yaitu alam kubur. Setelah kita lelah dengan ujian-ujian di dunia maka kita diminta pertanggungjawaban alias dinilai nih hasil ujian kita dulu. Jangan lupa seperti di sekolah ketika waktu ujian sudah lewat, kita dilarang untuk mengulang jawaban yang sudah kita berikan. Ketika ajal sudah menjelang kita juga tidak mungkin mengulang amalan-amalan kita di dunia. Jadi mumpung kita masih diberi waktu untuk ujian karena masih di dunia, kerjain deh amalan-amalan yang diperintahkan Allah SWT.
Tahap berikutnya alam barzah. Dari alam kubur kita dibangkitkan kembali dan semua manusia dikumpulkan. Seperti pengumuman hasil ujian nih, kalo kita mengerjakan semua soal ujian di dunia dengan benar kita Insya Allah diberi hadiah Surga. Tetapi buat yang di dunianya bandel, suka bolos sholat, ga pernah belajar agama dan menyia-nyiakan waktunya untuk hal-hal yang ga berguna siap-siap deh masuk ke ruang BP (Bimbingan Penyuluhan) alias disiksa dulu di Neraka.
Jadi semuanya tergantung kita, mo bener ga belajarnya. Bulan Syawal bukan berarti saatnya berleha-leha dan trus lupa kalo sekarang masih saat ujian. Dan jangan pernah lupa kalo waktu ujian masing-masing manusia berbeda-beda. Tidak satu orangpun yang tau kapan waktu ujiannya habis, kapan ajalnya datang.
Jadi waspadalah....waspadalah......
Happy Ied Mobarak 1432 H....
Saturday, September 3, 2011
Merayakan Idul Fitri di Negeri Kincir Angin
Schiedam, Agustus 2011
Di tanah air ketika Idul Fitri menjelang selalu identik dengan Mudik atau Pulang Kampung. Semua orang berbondong-bondong balik ke kampung halaman masing-masing untuk merayakan Hari Kemenangan setelah genap sebulan melaksanakan puasa Ramadhan. Begitu bersemangatnya untuk mudik terkadang kita tidak menghiraukan kesulitan yang dihadapi ketika akan mudik dari mulai antri berjam-jam hanya untuk mendapatkan selembar tiket, perjalanan yang melelahkan ketika mudik maupun ketika akan balik dari kampung halaman ke tempat kita mengais rejeki. Semuanya terbayar lunas saat bertemu dengan orangtua, sanak saudara dan handai tolan. Ritual mudik inipun menjadi semacam keharusan setiap tahunnya.
Hal ini sedikit berbeda dengan masyarakat Indonesia di Negeri Kincir Angin, Belanda. Masyarakat Indonesia di Belanda biasanya memanfaatkan liburan sekolah terutama saat liburan musim panas untuk balik ke kampung halaman di Indonesia. Tahun ini karena sekolah sudah dimulai sejak sebelum Lebaran menyebabkan sebagian besar dari masyarakat Indonesia merayakan Idul Fitri di Belanda. Idul Fitri bukan merupakan hari libur nasional di Belanda sehingga biasanya kaum muslimin yang bekerja harus mengambil cuti 1 atau 2 hari untuk merayakan hari besar umat Islam ini sedangkan untuk kalangan pelajar dan mahasiswa tetap melaksanakan kegiatan belajar mengajar seperti biasanya. Beberapa sekolah dasar negeri dengan kurikulum Islam (Islamisch Basisschool) mengambil kebijaksanaan khusus untuk meliburkan siswanya selama 3 hari selama perayaan Idul Fitri tahun ini. Aku sendiri cuti selama 2 hari.
Sesuai keputusan ulama di Eropa maka 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Selasa, 30 Agustus 2011. Sehingga umat muslim di Belanda merayakan Idul Fitri sehari lebih dulu dari kaum muslimin di tanah air. Selasa pagi itu di sepanjang jalan banyak terlihat kaum muslimin yang didominasi etnis Turki dan Maroko berduyun-duyun berangkat ke mesjid. Aku dan keluargaku melaksanakan sholat Ied di sebuah sekolah Islam Ibn Ghaldun di Rotterdam kira-kira 10 menit perjalanan dari Schiedam. Sholat Ied dimulai jam10 pagi. Mayoritas jamaah di Ibn Ghaldun adalah keluarga dan mahasiswa Indonesia. Sebagian yang lain orang Indonesia yang menikah dengan bangsa lain. Mereka bukan hanya berdomisili di Rotterdam tetapi ada juga yang datang dari kota lain. Selesai sholat Ied semua jamaah dijamu dengan hidangan istimewa lebaran.
Merayakan hari kemenangan ini, KBRI Den Haag selesai sholat Ied di Mesjid Al-Hikmah dilanjutkan dengan Open House di kediaman Duta Besar Indonesia di Wisma Duta. Acara ini dibuka untuk umum. Selain untuk menikmati jamuan khas tanah air, acara inipun kadang kala digunakan juga untuk ajang bersilaturahmi dengan sesama teman setanah air. Beberapa teman juga mengadakan Open House di rumah masing-masing dengan mengundang teman dan tetangga untuk sama-sama berkumpul dan merayakan hari kemenangan tentu saja dengan menu khas lebaran seperti opor ayam, rendang, sambel goreng ati dll. Mayoritas masyarakat Indonesia di Belanda berdomisili di area Amsterdam, Den Haag, Rotterdam, Utrecht dan Nijmegen selain tentunya juga di Groningen di bagian utara dan Eindhoven di selatan Belanda. Perjalanan kami sekeluarga pun dimulai mulai dari pagi selesai sholat Ied di Rotterdam, bersantap siang di Schiedam, berkumpul dengan teman-teman lain masih di area Schiedam dan diakhiri dengan bersantap malam di Bleiswijk. Alhamdulillah bisa berkumpul dengan teman-teman seiman dan setanah air. Lumayan mengobati kerinduan akan suasana lebaran di tanah air. Tradisi Open House ini tidak hanya pada Lebaran pertama tetapi masih ada sampai weekend beberapa hari setelah Lebaran.
Selamat Idul Fitri 1432 H
Taqabbalallahu minna wa minkum, Shiyamana wa shiyamakum.
Di tanah air ketika Idul Fitri menjelang selalu identik dengan Mudik atau Pulang Kampung. Semua orang berbondong-bondong balik ke kampung halaman masing-masing untuk merayakan Hari Kemenangan setelah genap sebulan melaksanakan puasa Ramadhan. Begitu bersemangatnya untuk mudik terkadang kita tidak menghiraukan kesulitan yang dihadapi ketika akan mudik dari mulai antri berjam-jam hanya untuk mendapatkan selembar tiket, perjalanan yang melelahkan ketika mudik maupun ketika akan balik dari kampung halaman ke tempat kita mengais rejeki. Semuanya terbayar lunas saat bertemu dengan orangtua, sanak saudara dan handai tolan. Ritual mudik inipun menjadi semacam keharusan setiap tahunnya.
Hal ini sedikit berbeda dengan masyarakat Indonesia di Negeri Kincir Angin, Belanda. Masyarakat Indonesia di Belanda biasanya memanfaatkan liburan sekolah terutama saat liburan musim panas untuk balik ke kampung halaman di Indonesia. Tahun ini karena sekolah sudah dimulai sejak sebelum Lebaran menyebabkan sebagian besar dari masyarakat Indonesia merayakan Idul Fitri di Belanda. Idul Fitri bukan merupakan hari libur nasional di Belanda sehingga biasanya kaum muslimin yang bekerja harus mengambil cuti 1 atau 2 hari untuk merayakan hari besar umat Islam ini sedangkan untuk kalangan pelajar dan mahasiswa tetap melaksanakan kegiatan belajar mengajar seperti biasanya. Beberapa sekolah dasar negeri dengan kurikulum Islam (Islamisch Basisschool) mengambil kebijaksanaan khusus untuk meliburkan siswanya selama 3 hari selama perayaan Idul Fitri tahun ini. Aku sendiri cuti selama 2 hari.
Sesuai keputusan ulama di Eropa maka 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Selasa, 30 Agustus 2011. Sehingga umat muslim di Belanda merayakan Idul Fitri sehari lebih dulu dari kaum muslimin di tanah air. Selasa pagi itu di sepanjang jalan banyak terlihat kaum muslimin yang didominasi etnis Turki dan Maroko berduyun-duyun berangkat ke mesjid. Aku dan keluargaku melaksanakan sholat Ied di sebuah sekolah Islam Ibn Ghaldun di Rotterdam kira-kira 10 menit perjalanan dari Schiedam. Sholat Ied dimulai jam10 pagi. Mayoritas jamaah di Ibn Ghaldun adalah keluarga dan mahasiswa Indonesia. Sebagian yang lain orang Indonesia yang menikah dengan bangsa lain. Mereka bukan hanya berdomisili di Rotterdam tetapi ada juga yang datang dari kota lain. Selesai sholat Ied semua jamaah dijamu dengan hidangan istimewa lebaran.
Merayakan hari kemenangan ini, KBRI Den Haag selesai sholat Ied di Mesjid Al-Hikmah dilanjutkan dengan Open House di kediaman Duta Besar Indonesia di Wisma Duta. Acara ini dibuka untuk umum. Selain untuk menikmati jamuan khas tanah air, acara inipun kadang kala digunakan juga untuk ajang bersilaturahmi dengan sesama teman setanah air. Beberapa teman juga mengadakan Open House di rumah masing-masing dengan mengundang teman dan tetangga untuk sama-sama berkumpul dan merayakan hari kemenangan tentu saja dengan menu khas lebaran seperti opor ayam, rendang, sambel goreng ati dll. Mayoritas masyarakat Indonesia di Belanda berdomisili di area Amsterdam, Den Haag, Rotterdam, Utrecht dan Nijmegen selain tentunya juga di Groningen di bagian utara dan Eindhoven di selatan Belanda. Perjalanan kami sekeluarga pun dimulai mulai dari pagi selesai sholat Ied di Rotterdam, bersantap siang di Schiedam, berkumpul dengan teman-teman lain masih di area Schiedam dan diakhiri dengan bersantap malam di Bleiswijk. Alhamdulillah bisa berkumpul dengan teman-teman seiman dan setanah air. Lumayan mengobati kerinduan akan suasana lebaran di tanah air. Tradisi Open House ini tidak hanya pada Lebaran pertama tetapi masih ada sampai weekend beberapa hari setelah Lebaran.
Selamat Idul Fitri 1432 H
Taqabbalallahu minna wa minkum, Shiyamana wa shiyamakum.
Subscribe to:
Posts (Atom)