Schiedam, 19/05/12
Pagi itu seperti biasa aku menjalani rutinitas pagi. Udara pagi musim semi yang segar mengiringi kepergianku ke station Schiedam Centrum. Sembari menunggu kereta yang akan membawaku ke Leiden untuk menjalani aktifitasku iseng aku membaca koran yang setiap pagi tersedia di station.
Ada sebuah artikel yang menarik perhatianku. Artikel yang berisi tentang penelitian terhadap kelakuan remaja di Belanda. Artikel yang menjelaskan tentang tingkah laku si FOMO. Akhir-akhir ini si FOMO ini memang sedang naik daun. Nyaris kemanapun aku pergi aku bertemu dengan si FOMO ini bukan hanya di kota-kota besar di Belanda seperti Amsterdam atau Rotterdam tapi juga sampai ke pelosok desa kecil di Belanda. Bukan hanya di kendaraan umum tapi juga ketika aku bersepeda, jalan-jalan di Centrum atau bahkan ketika di snelweg (highway) aku sering bertemu dengan si FOMO ini. Yup.....sepertinya si FOMO dan teman-temannya ada dimana-mana.
FOMO atau Fear Of Missing Out adalah sebuah perasaan ketakutan akan kehilangan suatu momen atau kejadian. Sepertinya itu hal yang wajar tetapi menjadi hal yang tidak wajar ketika rasa takut kehilangan itu berkembang menjadi kekhawatiran yang berlebihan dan rasa keinginantahuan tentang apa yang terjadi di sekitarnya itu menjadi kebutuhan yang mendesak. Social media seperti Facebook atau Twitter menjadi salah satu pemicu seseorang menjadi FOMO. Begitu juga dengan kecanduan yang berlebihan dengan BBM dan WhatsApp. Ketika ruang pribadi dibuka sedemikian dan berubah menjadi ruang publik maka jarak dan waktu menjadi semakin relatif. Orang berlomba-lomba mengumbar kehidupannya dengan harapan semua orang bisa melihat dan tau apa yang sedang terjadi dengan dirinya. Orang lain yang terpisah puluhan ribu kilometer darinya bisa tau dengan detail apa yang dikerjakannya. Ada yang suka mengumbar foto-foto menu makanannya hari itu mulai menu sarapan, makan siang, makan malam, jajan pagi, jajan sore, gerobak si Mang baso langganannya sampai aksinya di depan gedung restoran kesukaannya agar bisa dilihat teman-temannya di seluruh penjuru dunia. Hal ini memicu orang untuk semakin ingin tau dengan hal-hal yang selama ini tersembunyi.
Berbincang dengan si FOMO ini merupakan tantangan tersendiri. Konsentrasi yang terbagi antara gadget dan lawan bicara terkadang setelah berkali-kali ditegur dan tetap tidak berhasil menimbulkan keinginan untuk menggampar si FOMO ini supaya dia sadar ada seseorang yang sedang duduk dihadapannya, helloooooo.....I am here, you are not alone. Aksi si FOMO ini bukan hanya saat duduk tetapi juga saat jalan, saat bersepeda bahkan saat menyetir karena sibuk dengan BBM, WhatApp atau facebook-nya. Jadi jangan heran ketika di jalan ada mobil yang tiba-tiba pelan boleh jadi si FOMO sedang beraksi dan sedang masuk ke dunia mayanya. Walaupun telinga si FOMO ini jarang mendengar suara orang lain di sekitarnya tapi ajaibnya telinga si FOMO ini sangat sensitif dengan bunyi Blackberry atau Androidnya. Suatu hal yang menjadi pantangan buat si FOMO ini, jangan biarkan gadgetmu menderita karena dibiarkan tergeletak sendirian. Ambil dia, peluk dia, sayangi dia hehe.....lebay :-p
Kembali ke cerita artikel diatas. Dari hasil penelitian tersebut diketahui remaja FOMO ini mengalami kegelisahan dan stress, tidak dapat konsentrasi di sekolah yang tentu saja berakibat penurunan prestasi belajar. Remaja-remaja bermasalah ini kemudian mengikuti terapi untuk mengurangi tingkat ketergantungan mereka terhadap social media. Mereka dilatih untuk tidak lagi mempunyai rasa ingin tahu yang terlalu tinggi dengan aktifitas yang dikerjakan teman-temannya. FOMO itu tidak hanya menghidapi remaja tetapi juga banyak orang dewasa yang terjangkit "penyakit" ini.
Jadi apakah kamu termasuk si FOMO?
"Macet lagi macet lagi gara-gara si FOMO lewat..."
Saturday, May 19, 2012
Subscribe to:
Posts (Atom)